Ramadhan: ADIL MENYAMBUT KEBAHAGIAAN

14.37.00


Ramadhan:
ADIL MENYAMBUT KEBAHAGIAAN

“Wahai orang-orang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” [Q.S al-Baqarah: 183]

Rasanya kita sepakat, bahwa puasa di bulan Ramadhan memberikan keberkahan bagi banyak orang, tidak hanya bagi kaum muslim, tetapi juga non-muslim. Di bulan Ramadhan Allah swt melipat gandakan balasan pahala ─yang sunah diganjar pahawa wajib di bulan biasa, dan melakukan hal wajib Allah swt mengganjarnya dengan pahala 70 kali kewajiban di bulan yang lain─, di bulan Ramdhan pula adalah waktu pintu-pintu surge dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu (Bukhari, no. 1899. Muslim, no. 1079).

Bagi non-muslim, kebaikan Ramadhan tidak sedikit kita jumpai para pedagang non-muslim yang barang dagangan mereka meningkat penjualannya di bulan Ramadhan, baik itu pedagang makanan, pakaian dll. Acara televise pu tidak ketinggalan menyiarkan acara-acara bernuansa Islami. Beragam kebahagiaan dan kebaikan tersebut adalah hasil dari pada upaya ketaatan kaum muslim dalam melaksanakan perintah Allah swt yang terkandung dalam surat Al-Baqarah:183.

Namun bagaimana dengan ayat yang satu ini:

“Wahai orang-orang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh.” [Q.S al- Baqarah:178]

Bukankan redaksinya sama (bagi orang-orang beriman)?, lantas bagaimana kita menyikapinya?, faktanya kita belum menyambut ayat ini sebagaimana kita menyambut ayat sebelumya (al-Baqarah:183) dengan antusias, bahagia, karena begitu pahamnya akan kewajiban dan kebaikan yang terkangdung di dalamnya, pahala yang melimpah, termasuk dosa bagi mereka yang lalai ─atas kewaiban puasa ramadhan.

Di tengah berbagai krisis dan kisruh yang melanda negeri ini (Indonesia), korupsi, hutang luar negeri, hukum yang tajam ke atas dan tumpul kebawah, termasuk yang sedang ramai belakang ini, yaitu kekerasan seksual yang berujung pada pembunuhan. Berbagai pakar dikumpulkan guna membahas permasalahan yang terjadi agar problem solving dapat ditemukan. Dari ahli psikologi, ahli hukum, sosiolog, ekonom dll, tak terkecuali pemuka agama. Namun apa hasilnya?, Hukum Allas swt yang Mahaadil masih dicampakan.

Dan apa jawaban Allah swt bagi orang-orang yang mencampakan hukumNya?, setinggi apa pun tingkat pendidikannya, jika tidak menerima hukum Allah swt, Allah tidak menyebut mereka sebagai orang-orang yang berakal.

“Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.” [Q.S al-Baqarah: 179]

Bukankan perbedaan antara manusia dengan hewan ialah terletak pada akalnya?. Karena akal adalah sarana yang Allah swt karuniakan pada manusia agar mengenal siapa Tuhannya.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” [Q.S al-Imran:190]

Memikirkan siapa dirinya, dari mana, apa tujuannya, dan mau kemana dirinya setelah mati?. Maka jelas bahwa kebahagiaan hakiki bagi seorang muslim selama hidupnya ialah terletak pada ketaatannya terhadap perintah Allah swt. Begitu pun halnya seseorang yang berakal dan berilmu sesungguhnya memiliki rasa takut kepada Allah yang dibuktikan oleh ketaatan kepadaNya.

…“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama.”… [Q.S al-Fatir: 28]

Oleh karena itu, adil dalam menyikapi perintah Allah swt dengan rasa bahagia, sebagaimana bahagia saat menyambut kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan adalah hal penting dalam mencapai kebahagiaan hakiki. [TP]


#PEDULIPOLITIKPEDULIKAUMMUSLIM


Blog:
www.lspiuinbdg.blogspot.co.id

Facebook:
Lembaga Studi Politik Islam - LSPI
 
Instagram:
@lspi.uinbdg

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook