NEGARA BERDASAR PANCASILA, BENARKAH?

18.06.00


Pancasila masih akan menjadi bahan perbincangan hangat dalam ruang lingkup ketatanegaraan. Setelah dua tahun lalu dipersoalkan terkait diusungnya empat pilar kebangsaan yang didalamnya dimasukkan Pancasila justru mengundang banyak kritik termasuk dari kalangan pemikir kebangsaan dan akademisi. Tidak terima Pancasila diduduki sejajar dengan UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Mendudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dalam menggapai cita-cita rupanya masih diperjuangkan.

Mengambil burung garuda, yang konon menurut cerita kuno para dewa adalah kendaraan dewa wisnu yang besar dan kuat, menjadi icon kemunculan Pancasila. Menempatkan Pancasila sebagai ideologi bangsa sehingga segala hukum harus bersumber dari nilai-nilai tersebut. Menempatkan sila pertama sebagai landasan filosofis bagi penerapan empat sila berikutnya, seolah tidak ada yang perlu dipersoalkan.

Berbeda dengan fakta yang terjadi, Pancasila dijadikan alat pembenaran bagi kepentigan ideologi tertentu. Rezim komunis yang pernah berkuasa saat orde lama, hingga kapitalis neo-liberal menjadi ideologi yang bergerak di Indonesia, semuanya memperalat Pancasila agar ideologi mereka bisa langgeng digerakkan di negeri kita. Menjadikan Pancasila sebagai alat pembenar kekuasaan dengan ideologi sebagai penggeraknya. Maka wajar jika penerapan syariah islam dalam ruang lingkup bernegara selalu dihalangi, karena sila pertama yang mendukungnya justru dihadapkan oleh orang-orang sekuler dengan benturan sila pertama juga, yakni tuhan yang dimaksud bukan hanya tuhan orang Islam.

Yang menjadi pertanyaan, apakah Pancasila memihak kepada islam? Menjawab pertanyaan ini perlu dikaji dari fakta yang terjadi. Bahwa umat muslim masih dijaga keberadaannya itu ada, dan islam tidak bebas menjalankan syariat islamnya itu pun ada. Islam tidak hanya berbentuk seperangkat aturan yang harus diterapkan oleh negara, namun menjadi worldview seorang muslim dalam menjalankan aktivitasnya. Cara pandang islam menunjukkan bahwa islam pun sebagai ideologi yang berbeda dengan ideologi lain.

Seperti kasus Buya Hamka, tokoh pergerakan Islam yang saat orde baru diakomodir untuk menjadi ketua pertama Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dibentuk oleh Soeharto. Serentak saat perayaan Natal dan Idul Fitri dimunculkan di beberapa instansi pemerintahan, lalu MUI mengeluarkan fatwa haramnya mengikuti perayaan natal bersama, banyak penekanan kepada Buya Hamka terhadap fatwa tersebut atas nama toleransi yang tidak melanggar Pancasila, akhirnya beliau memilih mengundurkan diri dari MUI.

Dasar Negara Berupa Nilai
Pancasila lahir dari nilai-nilai masyarakat pada saat kelahirannya. Tentu nilai-nilai ini dipengaruhi kondisi zaman yang semakin berubah, perbedaan tatanan masyarakat justru melahirkan nilai berbeda sehingga banyak dijumpai fenomena yang tidak diatur didalam Pancasila. Pemahaman multitafsir ini akan terus lahir dari Pancasila tergantung ideologi apa yang dia miliki.

Jika Pancasila sebagai ideologi, tentu kemunculan hal ini telah mengambil tempat baru bagi ideologi di dunia, selain kapitalisme, sosialisme, dan islam. Jika mengutip pengertian ideologi menurut Muhammad M. Ismail dalam al-Fikr al-Islami (1958), ideologi adalah ‘Aqidah ‘Aqliyah yang memancarkan peraturan kehidupan. Pancasila tidak dapat dikatakan Aqidah Aqliyah karena keyakinan ketuhanan yang bebas dan aturan yang terpancar pun tidak jelas ke mana arahnya.

Penempatan yang pas bagi Pancasila hanya sebatas seperangkat pandangan filosofis yang diperoleh dari nilai-nilai masyarakat. Menurut Ismail Yusanto (2011), Pancasila hanyalah set of philosophy tentang ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang dijadikan sebagai dasar negara. Sebagai set of philosophy, Pancasila tidaklah mencukupi (not sufficient) untuk mengatur negara ini (to govern this country).

Pancasila tidak mampu melahirkan hukum yang tegas. MEA yang berpotensi mengancam ketahanan Pancasila, pada akhirnya dilanggengkan dan dianggap tanpa adanya pelanggaran. OPM yang mengganggu kedaulatan Indonesia, tidak ditindak tegas atas ancaman nyata bagi Pancasila sepert ini. juga koruptor-koruptor yang berkeliaran melibatkan pejabat negara dari berbagai tingkat, namun isu Pancasila itu tidak muncul ke permukaan dengan tegas menindak mereka, menghabisi para kapitalis-kapitalis yang telah merampok kekayaan alam kita, bahkan pengkhianat negara yang memberikan cuma-cuma kepada asing (baca: amerika, china, dll).

Jika ancaman nyata bagi kedaulatan negara saja Pancasila sulit untuk diangkat, lantas bagaimana bisa Pancasila dapat menjawab tantangan masa depan?

#PEDULIPOLITIKPEDULIKAUMMUSLIM


Blog:
www.lspiuinbdg.blogspot.co.id

Facebook:
Lembaga Studi Politik Islam - LSPI
 
Instagram:
@lspi.uinbdg

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook