Sosialisme-Komunisme: May Day dan Sikap Muslim Indonesia

18.07.00


Dalam tulisan ini akan sedikit membahas suatu sudut pandang subjektif tentang fenomena yang hari ini menjadi sorotan berbagai kalangan, baik itu negarawan, agamawan, intelektual, mahasiswa termasuk kaum buruh. 1 Mei menjadi peringatan dunia atas keberadaan kaum buruh di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Maka 1 Mei menjadi momentum buruh untuk menyatakan aspirasi dan tuntutan mereka, upaya tersebut dilakukan dengan berbagai cara, dialog, opini tulisan yang disebar di berbagai media, hingga demonstrasi, demi menggalang opini publik yang mampu memberikan dorongan agar tuntutan yang diajukan ke berbagai pihak —perusahaan terlebih pemerintah menjadi sebuah kebijakan yang mampu memanusiakan kaum buruh yang juga bagian dari umat manusia dunia ini.

Buruh nampaknya berada di posisi yang paling dirugikan kala kebijakan pemerintah dinilai tidak pro rakyat, apakah ini disebabkan karena kaum buruh dipandang berada di kelas-sosial yang rendah?, atau bentuk ketidakmampuan kebanyakan buruh dalam beradaptasi dengan kebijakan pemerintah?, ataupun adanya kesengajaan kebijakan pemerintah yang menjadikan buruh di pihak yang dirugikan?. Femomena keberadaan kaum buruh dengan fakta demikian adalah suatu proses yang memiliki perjalanan waktu yang panjang. Beberapa abad yang lalu (< abad ke-17) opini keberadaan buruh memang tidak begitu dikenal sebagaimana hari ini, namun nampak adanya pararelisme antara budak di beberapa abad yang lalu bahkan sebelum masehi dengan buruh hari ini, istilah budak cukup umum di tengah lapisan sosial masyarakat kala itu —fakta tersebut dapat dengan mudah ditemui diberbagai buku sejarah bahkan umum.

Demikian dengan para buruh yang eksis di media tidak selamanya mewakili para pekerja kasar seluruhnya, buruh lebih dikenal sebagai pekerja kasar di pabrik-pabrik industri dengan besarnya modal investasi. Namun silih bergantinya tatanan peradaban dunia turut mempengaruhi gerak sosial keberadaan budak di kebanyakan belahan dunia, sederhanya dimulai masa Islam, renaissance, konvensi hak asasi manusia (HAM), dan revolusi industri berlanjut hingga hari ini istilah budak tidak begitu banyak digunakan bahkan tidak ada untuk menerangkan para pekerja kasar untuk memenuhi keinginan majikannya.

Perubahan-perubahan demikian bukanlah hasil tanpa sebab, tetapi hasil dari perkembangan pemikiran manusia. Eksistensi buruh mulai naik di tengah opini dunia ketika seorang Jerman bernama Karl Heinrich Marx menuangkan gagasannya dalam banyak tulisan yang dinilai memperjuangkan keadilan dan persamaan yang kala itu merupakan hal yang sulit diperoleh oleh kaum buruh. Buruh dipandang sebagai korban dari penjajahan yang dilakukan oleh segelintir orang yang mengatasnamakan pemilik modal, negara pun yang awalnya diharapkan sebagai representasi upaya memberikan keadilan atas hak-hak kemanusiaan justru menajadi tangan kanan para pemilik modal. Jelas pemilik modal memiliki kepentingan dalam mencapai hasrat bisnisnya tiada lain keuntungan materi, dalam hal ini Karl Marx memposisikan kapitalisme sebagai sebab kerusakan sosial, kemiskinan, pengangguran, kesenjangan ekonomi, kriminalitas adalah buah dari ideologi kapitalisme —yang oleh Karl Marx dinilai mencipakan kelas di masyarakat menjadi dua kubu yakni Proletar dan Borjuis.

Perlawan pemikiran dan gagasan Karl Marx yang memakan waktu pun akhirnya membuahkan hasil, gerakan-gerakan pro keadilan dan persamaan yang mejadikan gagasan Karl Marx sebagai pedoman mulai muncul dan berkembang hingga puncaknya ketika ide Kalr Marx yakni Sosialis-Komunis menjadi ideologi resmi negara. Meski jauh sebelum Karl Mark ide-ide tentang keadilan-persamaan dan perlawanan terhadap kapitalisme telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, semisal Sir Thomas More, Robert Owen, Sain Simon dll.

Rusia, Uni Soviet, China, Korea Utara termasuk Kuba ialah diantara contoh negara-negara yang menerapkan ajaran-ajaran Sosialis-Komunis. Namun pasca perang dunia dan perang dingin berakhir, yang dimenangkan oleh negara Kapitalis, maka tatanan dunia pun bergeser pada posisi yang dikhawatirkan oleh Karl Marx sejak awal. Suatu tatanan masyarakat dengan segelintir orang sebagai penguasa yang bebas berkehendak dan mayoritas manusia yang berada di bawah kehendak segelintir orang yang memiliki modal kapital dan kekuasaan. Hingga hari ini, itulah yang oleh beberapa kalangan dirasakan termasuk kaum buruh.

Belakangan ini bebrapa kalangan Indonesia diramaikan oleh opini terkait munculnya kembali ideiologi komunisme, yang dahulu sempat dihilangkan dan dilarang keberadaannya oleh pemerintahan Orde Baru. Menariknya ialah bahwa Indonesia dengan mayoritas penganut Islam, bahkan terbesar populasinya di dunia, tidak mampu membendung arus ideologi yang tidak sejalan dengan ajaran Islam, tetapi justru ada di antara kaum muslim yang mendukung dan menyebarkan ideologi yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan ada juga dikalangan intelektual muslim yang bukan sekedar mempelajari namun menganut dan menyebarluaskan, hingga menjadikannya bagian dari cita-cita perjuangan hidupnya. Beragam alasan mengapa mereka berlaku demikian, namun umumnya beberapa di antara mereka menganggap bahwa ada kesamaan nilai kemanusiaa Islam dan Sosialis-Komunis.

Lantas mengapa mereka justru memperjuangkan Sosialis-Komunis?, sementara mereka meyakini Allah sebagai tuhan dan sesembahan mereka, meyakini Muhammad saw sebagai manusia terbaik dan teladan bagi manusia. Hal ini tidak terlepas dari pemahaman mereka tenang Islam, beberapa kaum muslim Indonesia masih menilai bahwa Islam hanya sebatas ibadah ritual semata, agama yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhanya, kemudian kebaikan-kebaikan individu yang sifatnya universal. Sehingga beberapa kaum muslim mencari cara lain bagaimana nilai-nilai kebaikan Islam tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sosial masyarakat.

Pemahaman demikian tetntu keliru, karena Islam sebagaimana yang Allah swt terangkan dalam al-Qur’an yang merupakan wahyu terakhir yang diterima Nabi saw:

…Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu… (al-Maidah:3)

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa kesempurnaan Islam adalah suatu anugerah yang Allah swt berikan bagi hamba-Nya, dalam mengatur segala aspek kehidupan. Islam bukan sekedar ibadah ritual semata, juga bukan sekedar nilai-nilai kebaikan universal, lebih dari pada itu Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari bangun hingga tidurnya seseorang, Islam juga bukan hanya mengatur bagaimana suatu hubungan keluarga, teramuk aturan bernegara, Islam mengaturnya. Sosial, politik, ekonomi, pendidikan, militer, kelautan, pertanian, pidana-perdata, semuanya diatur dalam Islam. Lantas mengapa masih ada di antra kaum muslim yang tidak memahami hal demikian. Jawabannya ialah tugas kita besama untuk saling mengingatkan, sebagai bentuk kewajiban dan tanggung jawab termasuk bukti kasih sayang sesama muslim. Bahwa Islam tidak perlu ajaran lain untuk bangkit menjadi suatu peradaban yang besar, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat r.a juga salafus sholih.

Adapaun keadaan umat Islam yang sedang berada dalam keterpurukan adalah bukan akibat kita tidak mengadopsi pemikiran-pemikiran barat atau apapun di luar Islam, akan tetapi adalah akibat kita meninggalkan ajaran-ajaran Islam, dan mengambilnya secara parsial. Padalah dalam Allah swt berfirmah:

“wahai orang-orang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhny setan itu musuh yang nyata bagimu” (al-Baqarah:208)

Maka jika pemahaman yang demikian bisa dipahami oleh kaum muslim Indonesia, in sya Allah pertolongan Allah swt akan tiba, sehingga cita-cita hidup di negeri yang thoyibah warobun ghofur bukan sekedar mimpi, tetapi menjadi sebuah kenyataan —yang kita hidup dan turut bejuang di dalamnya. [TP]

#PEDULIPOLITIKPEDULIKAUMMUSLIM


Blog:
www.lspiuinbdg.blogspot.co.id

Facebook:
Lembaga Studi Politik Islam - LSPI
 
Instagram:
@lspi.uinbdg

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook